Arrisalahmemiliki banyak tradisi yang memang diambil atau dicontoh dari pesantren-pesantren di Indonesia yang dulunya menjadi sasaran 'studi banding' para guru. Salah satu tradisinya adalah 'pentas seni' atau yang sering disingkat menjadi PENSI. Tak terasa, pertengahan mei kemaren adalah pensi perpisahan angkatan 5 Arrisalah (BRAVE).
KesaksianIslam Masuk Kristen : “ Kesaksian Yusuf Roni ( Mantan Ulama Islam )” Kesaksian Yusuf Roni (ISLAM MASUK KRISTEN) Ini adalah kesaksian Y. Roni dari Palembang (dikutip tanpa ijin penulis). Ini saya tujukan terutama untuk rakan-rakan seiman. Ayat-ayat tidak saya tuliskan, agar tulisan ini lebih enak dibaca.
The post Saat masuk angin, perut terasa kembung. Apakah artinya angin ada di perut? Bagaimana caranya angin masuk ke perut? 2018 - Hasil Ijtima` Ulama Komisi Fatwa Ke-6 Se-Indonesia Di Pondok Pesantren Al-Falah, Banjarbaru, Kalimantan Selatan 21-24 Sya`ban 1439 H / 7-10 Mei 2018 M Tema Buya Syafii Maarif, Gejala Ateisme, dan Hoax
Muridmurid beliau seperti H. Abdul Karim Amrullah (ayah Buya Hamka) yang mengajar di Surau Jembatan Besi Padang Panjang, KH. Ahmad Dahlan(pendiri Muhammadiyah) di Yokyakarta dan KH. Adnan di Solo [22] Juga termasuk KH. Hasyim Asy’ari pendiri Pesantren Tebuireng dan kemudian Nahdhatul Ulama(NU).
HajiAbdul Malik Karim Amrullah atau lebih dikenal dengan julukan HAMKA, yakni singkatan namanya, (lahir di desa kampung Molek, Maninjau, Sumatera Barat, 17 Februari 1908 – meninggal di Jakarta, 24 Juli 1981 pada umur 73 tahun) adalah sastrawan Indonesia, sekaligus ulama, dan aktivis politik.Belakangan ia diberikan sebutan Buya, yaitu
Terkiniid, Jakarta – Soal Jusuf Hamka ngaku diperas bank syariah, JK sentil ‘anak angkat Buya Hamka’. Pekan lalu, sempat heboh berita terkait Jusuf Hamka yang melontarkan isu kartel krematorium jenazah Covid-19. Tak sampai di situ, ia juga mengaku diperas salah satu bank syariah swasta seperti yang diungkapkannya dalam podcast Youtube Deddy Corbuzier.
J7kWzF. OLEH FEBRIAN FACHRI Sejak berabad silam, Padang Panjang berjulukan Kota Serambi Makkah. Kota yang berlokasi di antara Gunung Marapi dan Singgalang, Provinsi Sumatra Barat, itu sejak zaman dahulu memiliki nuansa keislaman yang kuat. Padang Panjang juga unggul sebagai salah satu mercusuar peradaban Islam di Nusantara. Di antara kebanggaan masyarakat setempat ialah Perguruan Diniyyah Puteri Padang Panjang. Lembaga ini didirikan oleh Rahmah El Yunusiyyah, seorang tokoh Minangkabau, pada 1 November 1923. Rahmah terinspirasi untuk melakukan inovasi pendidikan Islam setelah mengikuti pendidikan pada Diniyyah School yang didirikan kakaknya, Zainuddin Labay El Yunusy, pada 1915. Menurut Direktur Perguruan Diniyyah Puteri Padang Panjang, Fauziah Fauzan El Muhammady, sosok pendiri sekolah tersebut akrab disapa Bunda Rahmah. Perempuan yang lahir pada 26 Oktober 1900 itu bercita-cita untuk menjadikan Padang Panjang sebagai pencetak guru-guru perempuan. Mereka diharapkan dapat mendidik generasi penerus dengan baik. Bunda Rahmah, lanjut Fauziah, memiliki prinsip yang teguh. Ia meyakini, nasib masa depan ada di tangan para perempuan terdidik. Sebab, mereka kelak menjadi ibu sekaligus istri di tiap keluarga. "Mula-mula, Bunda Rahmah menyiapkan Perguruan Diniyyah Puteri ini untuk mencetak para guru. Sebab, waktu itu di Padang Panjang belum ada institusi pendidikan khusus perempuan," kata Fauziah kepada Republika, belum lama ini. Fauziah meneruskan, Bunda Rahmah ingin mengangkat harkat dan martabat kaum perempuan pada masa itu. Sosok asli Padang Panjang itu tidak mau kaum perempuan Indonesia hanya diberi pendidikan rendah. Sebab, wanita juga berhak mendapatkan pendidikan yang tinggi, sebagaimana kaum pria. Lebih lanjut, prinsip Bunda Rahmah mempercayai, mendidik seorang laki-laki berarti mendidik manusia. Namun, mendidik perempuan berarti juga mendidik satu keluarga dalam rumah tangga. "Dengan perguruan ini, beliau menginginkan agar perempuan hendaknya mampu menjadi ibu sekaligus pemimpin yang baik, di dalam masyarakatnya atau di tengah-tengah anak didiknya. Paling tidak, jadilah ibu yang baik dalam rumah tangga dan keluarga," ucap Fauziah. Perguruan Diniyyah Puteri terus berkembang pada masa Indonesia merdeka. Sejak 1976, lembaga ini terus memperbanyak jenjang pendidikan yang diselenggarakannya. Bahkan, perguruan tinggi pun akhirnya dibuka untuk umum. "Perguruan tinggi pertama yang didirikan Bunda Rahmah itu Fakultas Tarbiyah yang tetap ada sampai sekarang dengan dua prodi program studi," tutur Fauziah. Dia menyebut, Perguruan Diniyyah Puteri merupakan pondok pesantren putri pertama di Benua Asia. Memang, ia mengakui, jauh sebelum adanya Diniyyah Puteri, sudah ada sekolah khusus perempuan di Jepang. Akan tetapi, sekolah tersebut tak sampai menyelenggarakan sistem pemondokan. Maka dari itu, sebutan yang pertama di Asia tetap layak disanding institusi yang didirikan Rahmah El Yunusiyyah itu. Pada Juni 1957, Rahmah mengadakan perjalanan ke Mesir untuk memenuhi undangan Imam Besar Universitas al-Azhar. Di sana, ia juga dianugerahi gelar doktor honoris causa, yakni Syekhah. Inilah pertama kalinya al-Azhar memberikan titel kehormatan kepada seorang perempuan. Pada Juni 1957, Rahmah memenuhi undangan Imam Besar Universitas al-Azhar. Ia dianugerahi gelar doktor honoris causa, yakni Syekhah. Inilah pertama kalinya al-Azhar memberikan titel kehormatan kepada seorang perempuan. Mengutip kesaksian Buya Hamka dalam buku Peringatan 55 Tahun Diniyah Putri Padangpanjang 1978, al-Azhar bahkan ikut terpengaruh oleh inovasi yang dihadirkan lembaga tersebut di Sumatra Barat. Alhasil, pimpinan kampus Islam itu akhirnya membuka Kulliyatul Lil Banat pada 1962. Sejak berdiri ratusan tahun lamanya, baru kali ini al-Azhar menyelenggarakan kelas khusus Muslimah. Kian diminati Saat ini, Perguruan Diniyyah Puteri Padang Panjang terus menjadi lembaga pendidikan yang diminati masyarakat. Tidak hanya dari Sumatra Barat, melainkan juga daerah-daerah lain dan bahkan negeri jiran. Republika menyambangi sekolah yang beralamat di Jalan Abdul Hamid Hakim tersebut beberapa hari lalu. Tampak para santriwati dengan berpakaian gamis keluar dari ruangan kelas. Mereka berjalan menuju asrama. Siang itu, kelas baru saja usai. Mereka pun bersiap-siap untuk melaksanakan shalat Zhuhur berjamaah. Ada yang sempat bercengkrama satu sama lain. Ada pula yang membahas materi pelajaran sambil menunggu waktu. Setelah shalat, mereka meneruskan pelajaran lain di kelas. Menurut Kepala Asrama Diniyyah Puteri Padang Panjang, Erwita Dewiyani, seluruh santriwati dibiasakan hidup disiplin setiap hari. Sosok yang biasa disapa Ummi Dewi itu menjabarkan rutinitas para santriwati. Mereka sudah bangun sejak pukul WIB. Mereka kemudian mendirikan shalat malam qiyamulail bersama-sama. Selanjutnya, masing-masing mandi dan melaksanakan shalat Subuh berjamaah. Begitu fajar menyingsing, mereka memulai sarapan dan merapikan segala keperluan pribadi untuk siap-siap berangkat ke kelas. Pelajaran usai hingga siang hari. Setelah shalat Zhuhur berjamaah, mereka dapat kembali belajar di kelas atau mengikuti kegiatan ekstrakurikuler. Pihak sekolah juga mengadakan halaqah, hafalan Alquran, serta pengajian bulanan. "Tujuan kami, mendidik santri agar memiliki tiga karakter. Ahli ibadah dan berakhlak karimah," ujar dia.
Hamka bersama ayahandanya Syekh Haji Abdul Karim Amrullah. Foto/Hamka, Kenang-kenangan Hidup Haji Abdul Malik Karim Amrullah, akrab dipanggil Buya Hamka. Laki-laki kelahiran 17 Februari 1908 di Sungai Batang Maninjau, Sumatera Barat itu mempunyai memori kuat terhadap dua daerah dalam peristiwa berbeda. Dua daerah itu adalah Afdeling Padang Panjang dan Fort de Kock baca Bukittinggi.Diniyah School Padang Panjang merupakan lembaga pendidikan awal yang bersentuhan langsung dengan Buya Hamka. Kilas memori Hamka, diungkap dalam Peringatan 15 tahun Diniyah dan Haji Abdul Karim Amrullah atau akrab dipanggil HAKA ayah kandungnya. Ketika usia Hamka menginjak delapan tahun, menginjak delapan tahun, ia baru masuk Diniyah School. Lokasi pertama yang dipakai adalah Mesjid Pasar Usang yang dibagi dalam dua kelas. Sisi sebelah kiri untuk laki-laki, untuk perempuan berada di sisi kanan. Guru yang pertama mengajarinya adalah Haji Saleh, dan untuk perempuan diajar Labay Dinijah School Poeteri, 1938 24.Meskipun Haji Abdul Karim Amrullah HAKA adalah guru Labay, Hamka kecil segan dan takut bila bertemu di jalan raya, di Surau Jembatan Besi, ataupun tatkala Labay menuju Al-Moenir."Kami anak-anak sangat cinta kepada Beliau, tetapi sangat takut kalau bertemu di jalan raya, bila dia berjalan dari Jembatan Besi ke Kantor al-Moenir, perjalanannya tetap, warna mukanya serupa orang marah saja." Demikian tulis Hamka dalam artikelnya. Baca juga Surau Lubuk Bauk, Tempat Buya Hamka Menimba Ilmu.Memasuki kelas dua, sekolah Diniyah sudah dipindah ke Pasar Usang- tepatnya di kediaman Haji Abdul Madjid yang terletak di seberang Rex Teater. Guru yang mengajar Hamka cs masa itu adalah Haji Rasul Hamidy. Ketika menginjak kelas 4, Hamka dididik Labay. Ada hal berbeda dirasakannya, ketika diajari Labay. Labay seakan-akan menguasai psikologi pendidikan. Demikian, kenangan Hamka terhadap sosok Labay, tahun kemudian, tepatnya pasca-Kongres ke-19 tahun 1930 di Bukittinggi yang diikuti oleh Buya Hamka, satu putusan penting yang diambil pimpinan Konsul Muhammadiyah Minangkabau adalah membeli Hotel Merapi seharga di Guguk Hotel Merapi terdiri dari bangunan dan tanah seluas dua hektar itu, sekarang dikenal dengan nama Komplek Perguruan Muhammadiyah Kauman Padang Panjang Sufyan, 2014.Kompleks Kauman memang diperuntukkan pada amal usaha Muhammadiyah Minangkabau dan Padang Panjang -terutama yang bergerak di bidang pendidikan. Langkah awalnya adalah membangun sekolah lanjutan untuk mencetak kader ulama, pendidik, dan School Muhammadiyah khusus putra tahun 1931 Hasan Ahmad, 1973 –lahir sebagai representasi permintaan kader Muhammadiyah dari Aceh, Tapanuli, Sumatera Selatan, Kalimantan, dan Sulawesi Selatan. Directur baca kepala sekolah pertama di Tabligh School adalah sekolah ini tidak bertahan lama. Menurunnya jumlah siswa dan akibat krisis ekonomi dunia malaise merupakan faktor utama yang menyebabkan Tabligh School sekolah ini telah melahirkan lulusan-yang nantinya bicara di pentas politik nasional dan lokal. Di antara lulusan itu adalah Abdul Malik Ahmad dan Zainoel Abidin Sjuaib ZAS.Bila Malik Ahmad dalam lembar sejarah dikenang sebagai pencerah kuliah tauhid dan Wakil Ketua PP Muhammadiyah mendampingi AR Fakhruddin, maka ZAS dikenal sebagai penggerak utama Islam berkemajuan di Bengkulu dan Sumatera tahun 1935, Abdullah Kami dan Rasyid Idris RI Dt Sinaro Panjang mendatangi Buya Hamka, agar mengaktifkan kembali Tabligh School Muhammadiyah. Setahun kemudian, sekolah ini booming di Sumatera dan muridnya segera membuncah di Padang kemudian, para peserta Conference ke-11 di tepian Maninjau memutuskan mengubah nama sekolah ini menjadi Kulliyatul Muballighin KM. Sekolah ini diresmikan tanggal 2 Februari 1936. Buletin Soeara Moehammadijah April tahun 1937127.Namun, keberadaaan Buya Hamka memimpin Kulliyatul Muballighin pun terbilang singkat. Setahun menakhodai KM, ia bertolak ke Medan untuk memimpin Pedoman Masyarakat. Murid terbaik dan koleganya di Tabligh School yang meneruskan laju dari KM di Kauman Padang merdeka dan semangat revolusi kemerdekaan, kembali membawa Buya Hamka ke ranah Minang. Setelah seruan jihad digemakan iparnya Buya Sutan Mansur, dan diikuti pembentukan barisan Hizbullah di Kauman Padang Panjang, larut dalam 30 Juli 1947 Buya Hamka mengikuti pertemuan dengan Wakil Presiden Moh Hatta di Bukittinggi. Selesai berpidato, Hatta langsung meninggalkan ruang Hamka dari perwakilan Masyumi, kemudian melanjutkan rapat untuk menyikapi situasi terkini keamanan di seluruh wilayah Indonesia. Hasil putusan rapat mengerucut, untuk membentuk satu tenaga gabungan khusus mengoordinir kekuatan perjuangan dari 56 partai dan organisasi. Baca juga Kisah Buya Hamka Diangkat ke Layar Lebar, Ini Pemerannya.Badan itu diberi nama Front Pertahanan Nasional FPN. Buya Hamka didaulat sebagai Ketua, Chatib Sulaiman selaku Sekretaris, Oedin mengepalai barisan dari partai politik, dan gerakan perempuan dipimpin Rasuna Said Hamka, 196356 partai dan organisasi yang tergabung dalam FPN antara lain Masyumi, Masyumi Muslimat, PNI, PKI, Lokal Islamy, Barisan Hizbullah, Sabilillah, Pesindo, SOBSI, Perti, Lasjmi, PPTI, Pemsji, Saifullah, MTKAAM, Hulubalang, Muhammadiyah, Aisyiyah, GPII, KOWANI, Perwari, Putri Kesatria, Persatuan Saudagar, PSII, Partai Sosialis, Barisan Teras, dan Barisan September 1947, Komisi Tiga Negara KTN yang terdiri dari Australia, Amerika Serikat, dan Belgia datang ke Bukittinggi, untuk dampak setelah Perjanjian Renville ditandatangani, dan melihat langsung hasrat untuk mempertahankan kemerdekaan, segera disambut antusias Buya penggagas Barisan Pengawal Negeri dan Kota BPNK segera mengerahkan para pemuda untuk melakukan demonstrasi di depan KTN, guna menunjukkan besarnya hasrat mereka mempertahankan kemerdekaan. Pada pukul sebanyak 15 ribu pemuda BPNK berbaris teratur menuju Istana Wakil Presiden. Mereka disambut Moh Hatta dan staf Wapres, delegasi KTN, dan wartawan dari luar depan delegasi KTN, Hamka berpidato,”..., tanah yang kami cintai ini, telah dirampas dari tangan kami, meskipun kamilah yang memilikinya. Kami dianggap budak di negeri kami sendiri... Tuan, Anda lihat bambu runcing kami! Kalaupun ini adalah satu-satunya sen-jata yang kami pakai untuk membela diri, kami tidak akan membiarkan tanah air kami dirampas kembali!”. Kementerian Penerangan, 1954.Sambil meneruskan pidatonya, Buya Hamka tidak bisa menyembunyikan perasaannya, ketika melihat mata Wakil Presiden Moh Hatta memerah dan berkaca-kaca. Hatta yang belum pernah terharu mendengar pidato siapa pun, kali ini tidak bisa menyembunyikan perasaanya di depan Sidang KTN di Bukittinggi Hamka, 1946.*Fikrul Hanif Sufyan, pemerhati sejarah lokal dan Ketua Litbang PUSDAKUM Muhammadiyah Wilayah Sumatera Barat.msd
biaya masuk pesantren buya hamka padang